Infinity Dream
Salam hangat untuk hari
ini yang membuatku mengingat semua itu lagi. Aku seringkali mengingat masa lalu
setelah berjalan keluar dari rumah dan melihat embun pagi yang menetes dari
daun itu. tak salah bukan? hanya saja aku berjalan sambil merenungi apa yang
mengantarkanku menuju kampus yang tercinta ini. Jujur saja aku sedikit gugup
karena hari ini adalah hari pertama masuk kuliah, ditambah aku sulit ketika
harus bersosialisasi
Tuk.. tuk.. tuk
Sekelompok mahasiswa
berebut kursi di kelas itu. Aku hanya memandangi mereka dengan tersenyum,
mungkin saja mereka masih terbawa suasana SMA. Sampai di depan pintu,
langkahku mengarah di satu kursi pojok sebelah kiri disamping perempuan yang
sedang berbincang dengan temannya lalu aku duduk di sana sambil menunggu dosen
yang akan masuk ke kelas. Aku mengamati sekitar, dan sedikit berbincang pada
kedua perempuan itu.
"Hai, kau masih ingat aku? saat kaderisasi aku
pernah makan bersama denganmu" tanyaku
mereka hanya menjawab "tidak, aku lupa" lalu
mereka sibuk bercanda gurau lagi.
Akupun terdiam melihat
mereka yang sudah berkelompok-kelompok. Diam dan terdiam yang hanya bisa aku
nikmati.
"Hey,..." terdengar seorang laki-laki
memanggilku
"Kenapa diam saja?" tanyanya
"tidak, aku baik-baik saja, hanya saja aku ingin
sendiri" jawabku
Selesai kuliah, aku
kembali ke rumah tanpa ikut kegiatan apapun di kuliah.
"aku benci sosialisasi". pikirku
Berhari-hari di kampus
tak memberiku perubahan apapun. sampai aku bertemu satu perempuan yang ternyata
aku mengenalnya dari jejaring sosial, aku langsung menyapanya dan kami menjadi
akrab. Sayangnya kami ini berbeda jurusan. Aku di Fisika, dan dia di Biologi.
Meskipun begitu, kami menjadi sangat akrab.
Dia seringkali
mengomentari cara berpenampilanku.
"Kamu ini, setidaknya kamu pake makeup sedikit,
dan kamu kurang cocok berpakaian seperti itu. Coba ini saja, dan kau harus
memakainya besok ke kampus" pintanya
Keesokkan harinya, aku
terlambat ke kampus dan untung saja belum ada dosen yang masuk. Aku duduk di
tangga samping kelas sambil terengah-engah. Baru tersadar ada seorang laki-laki
berbaju dongker duduk di sampingku. Dia laki-laki yang sama yang menegurku saat
itu. Kali ini berbeda, dia hanya diam menatapku lalu pergi.
"Ya ampun, dia membuatku kaget saja. Kenapa dia
diam saja, apa dia merasa aku aneh berpakaian seperti ini?" gumamku
Semenjak itu aku kembali pada cara berpakaianku di
awal, ku pikir itu lebih membuatku nyaman meskipun menurut yang lain aku lebih
terlihat manis saat mengenakan pakaian pilihan Nissa.
Tiap harinya, laki-laki itu selalu menegurku ketika
aku sendiri. Ketika ada acara musik di kampus, saat itu aku sedang melamun,
tiba-tiba ada yang memegang pundakku berkata sepertinya biasanya.
Ya, dia lagi, aku mulai geram saat itu, aku pikir dia
mengganggu saja, bagi orang sepertiku, diam dan menikmati waktu sendirian itu
lebih terasa damai seperti di surga.
Setelah itu, aku selalu
pergi jika ada Rafa, bahkan jika aku mendengar suaranya saja aku langsung
berlari dan bersembunyi di balik pohon belakang kampus. Tapi tidak dengan Rafa,
dia selalu aktif mengikuti organisasi, pandai bernyanyi dan satu lagi dia
pandai memainkan biola.
Suatu hari di akhir
semester, pendaftaran asisten laboratorium dibuka. Aku ragu akan mendaftar atau
tidak, Nissa selalu menyemangatiku dan menyuruhku untuk mendaftar.
"Baiklah, aku akan coba" setelah itu aku
menunggu tesnya dan ternyata "Yippiee, AKU LULUS"
Aku menyadari bahwa
akhir-akhir ini Rafa tidak cerewet bertanya ini itu terhadapku. Hingga aku
curiga kenapa dengan Rafa, apa karena ketika dia didekatku secara misterius aku
selalu pergi menghindarinya.
Entah ini hukum alam
atau buka, kini aku yang mengikutinya, mengawasinya. Bahkan kini aku tau, dia
adalah seorang yang multitalent. Dia mungkin lemah di Fisika. Tapi aku
penasaran mengapa dia memilih jurusan itu.
Suatu Pagi di hari
libur, aku tak sengaja bertemu dengannya dan mengikutinya hingga tiba di sebuah
ruangan yang megah dengan segala peralatan musik yang megah. Dia memimpin
sebuah grup dan melantunkan sebuah simfoninya. Terlihat kesedihan di matanya.
Suatu hari di
Laboratorium, aku sedang mendampingi mahasiswa angkatan baru saat bereksperimen
mengenai resonansi. Mengingat bunyi, aku jadi teringat dengan Rafa. Simfoninya
selalu terngiang di fikiranku. Setiap harinya aku hafal mimiknya ketika dia
sedih, senang, senyuman palsunya aku bisa membedakannya. Hingga baru kusadari,
ternyata aku jatuh cinta padanya
Engkau dan simfonimu yang merasuk
Semua perasaanmu sampai padaku
Cintamu, perasaanmu seperti
gelombang
Gelombang itu memerlukan medium
Apa kau tau apa mediumnya?
Melalui sehalus udara,
Mata, telinga dan akhirnya bermuara
di hatiku
Gemanya kini bersarang di otakku
Aku ingin membebaskannya melalui
celah itu
Tapi tak bisa
Aku terbelenggu
Eksperimen pun selesai,
Nissa membangunkan lamunanku dengan sapaannya di balik pintu
"Psssst, Hey Faza! Ayo cepat keluar, ada yang
ingin aku ceritakan padamu"
Aku langsung mengambil tas dalam loker dan buru-buru
keluar menghampiri Nissa.
"Iya, Ada apa sa?" tanyaku
Nissa menarikku dan berlari menuju taman belakang
kampus
"Kau liat perempuanitu?" sambil menunjuk ke
arahnya
"Iya, memangnya kenapa?" tanyaku
"Aku mengidolakan dia dan kakaknya, perempuan itu
sangat baik kepadaku saat di kelas, namanya Rene. Dia jago nyanyi lho dan
kakaknya kuliah disini juga. Aku pernah bertemu dengan kakaknya di
perpustakaan, orangnya tertutup banget dan so cool, sssttt jangan bilang ya
kalau aku menyukai kakaknya, aku akan coba dekati kakaknya haha" jawab
Nissa
"ya Ampun Nis, kenal juga kaga, dan aku mau
bilang ke siapa coba, kan temanku satu-satunya cuma kamu Nis :(("
Sanggahku
"Mengerikan ah kamu ni Fa, sedih banget cuma aku,
mangkanya gaul! ya aku hawatir saja barangkali kamu mau pasang pengumuman di
mading :D" Nissa menyeringai dan aku nepuk jidat
Keesokkan paginya,
seperti biasa ku berjalan menuju taman dekat jalan arah kampus kebetulan hari
ini adalah weekend, kemudian dari jauh aku melihat Rafa dengan
seorang perempuan tinggi berkacamata
"sepertinya aku mengenal perempuan itu, tapi
siapa?" gumamku.
setelah merenung, baru ku sadari bahwa dia adalah
Rene, teman Nissa yang diceritakan kemarin, lalu aku bertanya-tanya apa
sebenarnya hubungan antara Rafa dan Rene.
"Aissh, kenapa aku memikirkannya, apa urusannya
denganku. Terserah jika Rafa ingin dekat dengan siapapun, memangnya aku
siapa!"pikirku
tapi semakin lama, aku semakin penasaran, sambil ku
membaca buku sesekali ku menatap ke arah mereka yang duduk di kursi Taman dan
mereka sedang berbincang tentang musik. Aku berpikir bahwa hubungan mereka
tidak seperti teman biasa. Saat hampir Dzuhur akupun pulang dan rasanya aku
ingin menceritakan semuanya pada Nissa tentang kesedihan yang aku rasakan tapi
aku juga ingin merahasiakannya.
"Oh Allah, apa yang harus kulakukan :("
Keesokkan harinya,
Nissa mulai melancarkan aksi pada kakaknya Rene yang kebetulan lewat di depan
kami, atau sebenarnya hanya di betul-betulkan :D. Aku tertawa melihat
kekonyolan Nissa, dan menebak reaksi dari kakak Rene seperti apa. Berasa
menjurus ke Hukum III Newton. Respons Kakak Rene datar-datar saja dan selalu
dingin seperti biasanya.
"Kok dia begitu si Za, ih datar banget lah
mukanya kaya kamu ya dasar :(" Keluhan Nissa.
Jarum jam telah
tertunjuk pada angka 5, ku pergi menuju toilet kampus untuk memperbaiki
jilbabku sekaliancuci muka melepas segala penat dan kantukku.
Sreeeekk, kulangkahkan kaki keluar dari Toilet dan
dari dari balik pintu ada seorang wanita yang mengantarkan surat kecil berwarna
merah muda padaku. Dengan anggunnya, ia berjalan ke arahku dan mengatakan
"ini untukmu, dari seseorang" Lalu dia bergegas pergi
"Hey, tunggu... ini dari siapa?? tanyaku
Kampus mulai sepi, ku langkahkan kaki kecilku menuju
pulang dengan segala kepenatan. Sampai di Rumah aku langsung membuka surat
merah muda itu.
"Hai, salam kenal juga. Kalian
teman Rene bukan? Maafkan aku yang terlalu dingin pada kalian berdua. Setelah
kamu menerima surat ini, aku ingin kita bertiga bisa berteman dan lebih akrab.
Bolehkah? Seandainya boleh, aku ingin mengajak kalian ke tempat yang sangat
hebat, kalian pasti menyukainya. Aku harap kalian bisa datang bersamaku besok.
Aku akan menunggu kalian di taman belakang kampus. dan kalian bisa
menghubungiku lewat nomor ini 08*********. Terimakasih"
Salam kenal...
Furqan
Aku langsung bangun
dari kasurku yang memiliki gravitasi terkuat :D, kemudian berlari menuju kostan
Nissa yang tak jauh dari rumahku. Ku berjalan masuk gang dan berakhir didepan
kamarnya dan mengetuk pintu kamar kost Nissa.
"Assalamualaikum, Nissa. Ini Faza"
"Wa'alaikumussalam, masuk saja Fa, ngga dikunci.
Sebentar aku lagi mandi" Suara Nissa terdengar dari kejauhan
"Oke, aku mau masuk. Boleh ngintip ngga?
hahaha" tanyaku
"Gelo manehmah za, diem-diem eh taunya gelo coba
aja yang lain tau kelakuan aslimu" jawab Nissa dari kamar mandi
"Hush... engga lah ngaco ih. Aku anak yang
baik-baik dan Sholehah haha" sanggahku
"Haha, Aminkan saja..iya deh percaya" jawab
Nissa sambil membuka pintu, keluar dari kamar mandi
"Ada yang ingin kubicarakan sa"
"Ada apa? bicara ya tinggal bicara, kaku banget
sih lu. tampangnya jangan datar banget napa" jawab Nissa
"Eyyy, kenapa ngga ada hubungannya dengan
ekspresi aku, sudahlah jangan dibahas soal ekspresiku, udah dari lahir ini sih
:(. Nih baca" sambil ku menyerahkan secarik kertas surat kecil merah muda
yang kudapati kemarin
"Hah, kenapa kak Furqan kasih surat ini ke kamu,
kenapa bukan ke aku aja padahal aku kan lebih cantik dari kamu huhuhu :("
Keluh Nissa setelah membaca surat
"Haduuuhh mulai lebaynya, ya kan yang penting itu
untuk kamu juga. Jadi? Mau datang?" tanyaku
"Pastinya lah!" Nissa bersemangat
"Tapi kayanya aku ngga bisa ikut bareng kamu,
maaf ya, besok aku ada Telescope event, mau ada kajian teropong matahari. kamu
ngga keberatan kalau aku ngga ikut?"
"Ya engga lah, ini kan kesempatan aku lebih akrab
sama kak Furqan, kamu jangan mengganggu okey" Nissa jawab sambil tertawa
"Hmm... sudah kuduga berakhir seperti ini
qwertyuiopasdfghjkl2124@#$@#@#" pikirku sambil mengerutkan dahi :D
"ya sudah itu saja, aku mau pulang dulu ini sudah
malam, Assalamualaikum" aku pamit
"Wa'alaikumussalam. Yeaayyy, mimpiku akan
terjadi. besok ketemu kak Furqan, taktuktaktuktaktuk dududuu lalallalala.
Makasih Faza" Nissa loncat-loncat di kasur begitu senangnya
Keesokkan harinya, di
hari libur, Nissa langsung menghubungi kak Furqan. Kak Furqan pun menjawab
bahwa Nissa harus menemuinya pada pukul 13.00 di taman belakang
kampus. Waktu sudah tiba, Aku bersiap menuju lantai 5 kampus untuk
meneropong matahari. Sesekali aku melihat taman belakang kampus dan akupun
tertawa melihat kelakuan Nissa.
Nissa dan kak Furqan
pun selesai berbincang dan Kak Furqan pergi bersama Nissa dan didampingi
seorang perempuan yang mengantar surat kemarin. Perempuan itu nampak tidak
seumuran dengan kami, tapi terlihat lebih tua sekitar 2 tahun lebih tua dari
kami. Nissa bilang, perempuan itu adalah sepupu kak Furqan. Nissa dan Kak
Furqan pergi ke suatu tempat dan akupun tidak tau lagi mereka akan
kemana.
jarum jam telah menunjuk ke 180 derajat yaitu pukul 18.00. Aku berjalan menuju
pulang karena badanku sudah letih dan tak bisa melanjutkan neropong lagi.
sesampainya di rumah aku langsung sholat magrib dan berencana untuk tidur lebih
awal setelah Isya. tetapi aku mencemaskan Nissa yang tak kunjung memberi kabar.
Aku ingin ke kosannya tetapi badanku sungguh tak kuat lagi terutama betisku.
Aku langsung menelponnya. Tutt.. tuuut Handphonenya aktif tapi tak kunjung
diangkat. Tak terasa kekhawatiranku membuat rencanaku tidur lebih awal gagal.
Tengah malam, mataku
terus terjaga. Sesekali ku melongok langit melalui jendela, terlihat purnama
pada lembaran langit yang sunyi, hanya ada beberapa bintang yang tertangkap
oleh mataku. Entah mengapa malam ini ialah malam kesepianku. Aku ingin
melanjutkan meneropong tadi tetapi badanku menolak untuk itu. Meneropong adalah
salah satu hobiku selain itu mimpiku ialah menjadi seseorang yang berkontribusi
menyingkap tabir rahasia langit, aku sangat ingin pergi ke Observatorium Mauna
Kea di Hawai bersama seseorang yang selalu mendampingiku kelak. Mimpiku akan
terus berjalan kontinu bahkan jika satu demi satu terwujud, aku menyebutnya
sebagai infinity dream, untuk hari ini dan hari kemarin ialah bagian dari
mimpiku yang mungkin baru ku sadari pernah terucap di masa lalu. Bagiku mimpi
akan bisa terwujud jika diperjuangkan dalam kehidupan nyata bukan sekedar
bermimpi dalam mimpi. Lagu sendu terus ku dengarkan dan mengantarku
terlelap.
Twitt.. twittt.. twiittt.. (Alarm berbunyi)
Aku langsung bangkit
dari tempat tidurku dan bersiap-siap pergi ke kampus, saat kulangkahkan kaki di
sepanjang jalan, aku teringat kembali pada Nissa, aku langsung pergi menuju
kostannya. Sampai di depan pintu kamar, ku mengetuk pintunya kemudian ada suara
langkah kaki menuju ke arahku, wanita berumur sekitar 45 tahun. Beliau adalah
ibu kost Nissa dan menjelaskan bahwa Nissa sudah berangkat dari pagi buta.
Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega mendengar kabar sahabat terkonyolku itu
masih seperti biasa. Tanpa sadar aku melihat kearah jam yang sudah menunjuk ke
angka 7am. Aku baru sadar ada kuliah pagi, akupun berlari dengan sekuat tenaga
dan sampai di depan pintu kelas. Aku segera mengetuk pintu dan berhati-hati
masuk, tiba-tiba dosenku melihat ke arahku dengan wajah cemberutnya berkata
bahwa aku tidak diizinkan mengikuti kuliah pagi ini, tatapan seramnya diikuti
oleh tatapan dari seluruh teman-teman kelas, serasa aku Miss world karena
seluruh mata tertuju padaku :D. Yaa mau bagaimana lagi, memang aku yang
jelas-jelas salah sih.
Dengan berat hati, aku
meninggalkan kelas, dan aku berencana untuk ke perpustakaan membaca mata kuliah
tadi yang ketinggalan. Ku berjalan di sepanjang jalan kenangan eh maksudnya
lorong jalan, kemudian aku bertemu Nissa, aku menyapanya, tapi dia tak
menjawab, sampai beberapa kali aku menyapanya tapi tak kunjung di balas. Aku
berpikir sepertinya Nissa marah karena tidak aku temani kemarin. Tapi matanya
tak seperti biasanya. Sekarang matanya seperti aku yang sayu dari lahir. Aku
mencoba mendekatinya tapi dia diam saja bahkan menolak pundaknya dipegang
olehku.
“Apa yang terjadi
padamu Nis?” tanyaku
“Diam kamu, aku tidak
ingin berteman denganmu. Jangan pernah kamu ganggu aku dengan kak Furqan. Kamu
tak pantas buatnya, kamu itu seperti kotoran yang tak suci” Jawabnya
Lalu Nissa berlari
keluar dan masuk lift
“Ada apa? Apa yang
dilakukan kak Furqan pada Nissa? Kenapa dia berbicara padaku seperti itu”
tanyaku dalam hati
“Aku harus menyelidiki
secepatnya”gumamku.
Selama berhari-hari
Nissa diam terhadapku dan terlihat layu, hubungannya dengan Kak Furqan semakin
dekat tapi aku heran kenapa Nissa yang sekarang seperti bukan Nissa yang
kukenal, sudah banyak yang aku coba lakukan. Aku sudah mencoba berbicara pada
Nissa, banyak perubahan pada dirinya. Nissa menjadi lebih tertutup dengan orang
lain, seperti tujuannya kini ialah hanya Kak Furqan. Hingga aku sudah tak tahan
lagi, aku berpikir aku harus menemui Rafa dan meminta bantuan padanya karena
hanya Rafa yang bisa menjadi jembatan penghubung, Rafa adalah satu-satunya
orang yang sedang dekat dengan adik kak Furqan, Rene.
Pukul 08.00 tapi dosen
tak kunjung datang. Ini kesempatanku untuk berbicara pada Rafa, tapi dia sedang
bermain gitar dan berkumpul dengan teman-temannya.
“Apa yang harus
kulakukan? Aku tak begitu berani untuk mengganggunya” tanyaku dalam hati. Aku
terus menunggunya sampai akhirnya satu per satu temannya mulai keluar. Ini
kesempatanku, akupun langsung menghampiri Rafa.
“Hai Fa, aku ingin
mengatakan sesuatu”
“iya, ada apa za?
Tumben” jawabnya
“ini soal temanku,
Nissa. Jurusan biologi. Apa kau kenal Rene? Mmm sebenarnya aku pernah melihatmu
sedang bersama Rene” tanyaku
“iya kenal, dia teman
saya” jawabnya
Aku menceritakan
semuanya pada Rafa. Rafa pun kaget mendengarnya dan akhirnya mau
membantuku untuk memperoleh informasi dari Rene. Aku tak tahu lagi kenapa, aku
selalu nyaman di dekatnya. Rafa adalah sosok yang berkepribadian bertolak
belakang denganku, tapi dia selalu membuatku ingin mengikuti jejaknya.
Mengingat hubungannya dengan Rene, aku tahu diri bahwa aku tidak bisa
memilikinya. Meskipun dia hanya bilang teman tapi tidak dengan yang aku
rasakan. Aku akan coba mengikhlaskannya.
Rafa mencoba membantuku, ia terus mendekati Rene dan banyak bertanya soal keluarganya. Karena Rene sudah menganggap Rafa sebagai sosok yang sangat mengerti dirinya, akhirnya ia mengatakan sesuatu tentang Furqan. "Kak Furqan dulunya sangat pendiam, namun beberapa tahun lalu, ia diajak masuk organisasi agama yang sama sekali tak dikenalnya sebelumnya. Orang tua kami bercerai 5 tahun yang lalu, mungkin hal ini yang membuatnya frustasi bahkan menerima sebagai anggota organisasi itu. Aku sudah memperingatkannya, namun dia tak peduli nasehatku, papa dan mama juga tak peduli dengan apa yang dilakukan anaknya. Kak Furqan mulai melakukan tindakan yang aneh-aneh, ia berhenti kuliah. Kak Furqan juga memilih kerja, itu tak masalah buatku, namun ia selalu tidak puas dengan pekerjaannya, semuanya, sehingga ia memilih keluar masuk dari pekerjaannya dengan tanpa henti. Ia menjadi orang yang tak pernah bersyukur atas pekerjaan yang ia dapat selalu menyesali masa lalu karena telah meninggalkan tempat belajarnya, Kak Furqan pernah marah-marah tanpa alasan yang jelas kepada siapapun di sekitarnya. Akhirnya, Kak Furqan pernah diberi pengobatan, ke psikiater dan kini ia telah pulih, ia sudah mengingat semua tentang kami dan ia melanjutkat kuliahnya" Kata Rene. Rene pun berterima kasih karena Rafa sudah banyak mendengar curhatnya dan memberi solusi. Rene juga menjadi tertarik pada Rafa.
Rafa menceritakan itu semua padaku, namun ini menjadi semakin rumit karena menurut Rene, Furqan telah sembuh. Keadaan Nissa menjadi kian buruk, Nissa semakin membenciku dan ia jarang pulang ke kosannya, bahkan ia pernah menyakiti dirinya sendiri dengan menenggelamkan diri di danau, untung saja langsung diketahui oleh warga sekitar. Menurutku, ini semua jelas karena Kak Furqan. Aku mencari jalan keluar dengan Rafa. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan sahabatku satu-satunya, bahkan membayangkannya saja aku tak kuasa, padahal mimpi kami baru saja dimulai.
to be continue
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan
Infinity Dream
Salam hangat untuk hari
ini yang membuatku mengingat semua itu lagi. Aku seringkali mengingat masa lalu
setelah berjalan keluar dari rumah dan melihat embun pagi yang menetes dari
daun itu. tak salah bukan? hanya saja aku berjalan sambil merenungi apa yang
mengantarkanku menuju kampus yang tercinta ini. Jujur saja aku sedikit gugup
karena hari ini adalah hari pertama masuk kuliah, ditambah aku sulit ketika
harus bersosialisasi
Tuk.. tuk.. tuk
Sekelompok mahasiswa
berebut kursi di kelas itu. Aku hanya memandangi mereka dengan tersenyum,
mungkin saja mereka masih terbawa suasana SMA. Sampai di depan pintu,
langkahku mengarah di satu kursi pojok sebelah kiri disamping perempuan yang
sedang berbincang dengan temannya lalu aku duduk di sana sambil menunggu dosen
yang akan masuk ke kelas. Aku mengamati sekitar, dan sedikit berbincang pada
kedua perempuan itu.
"Hai, kau masih ingat aku? saat kaderisasi aku
pernah makan bersama denganmu" tanyaku
mereka hanya menjawab "tidak, aku lupa" lalu
mereka sibuk bercanda gurau lagi.
Akupun terdiam melihat
mereka yang sudah berkelompok-kelompok. Diam dan terdiam yang hanya bisa aku
nikmati.
"Hey,..." terdengar seorang laki-laki
memanggilku
"Kenapa diam saja?" tanyanya
"tidak, aku baik-baik saja, hanya saja aku ingin
sendiri" jawabku
Selesai kuliah, aku
kembali ke rumah tanpa ikut kegiatan apapun di kuliah.
"aku benci sosialisasi". pikirku
Berhari-hari di kampus
tak memberiku perubahan apapun. sampai aku bertemu satu perempuan yang ternyata
aku mengenalnya dari jejaring sosial, aku langsung menyapanya dan kami menjadi
akrab. Sayangnya kami ini berbeda jurusan. Aku di Fisika, dan dia di Biologi.
Meskipun begitu, kami menjadi sangat akrab.
Dia seringkali
mengomentari cara berpenampilanku.
"Kamu ini, setidaknya kamu pake makeup sedikit,
dan kamu kurang cocok berpakaian seperti itu. Coba ini saja, dan kau harus
memakainya besok ke kampus" pintanya
Keesokkan harinya, aku
terlambat ke kampus dan untung saja belum ada dosen yang masuk. Aku duduk di
tangga samping kelas sambil terengah-engah. Baru tersadar ada seorang laki-laki
berbaju dongker duduk di sampingku. Dia laki-laki yang sama yang menegurku saat
itu. Kali ini berbeda, dia hanya diam menatapku lalu pergi.
"Ya ampun, dia membuatku kaget saja. Kenapa dia
diam saja, apa dia merasa aku aneh berpakaian seperti ini?" gumamku
Semenjak itu aku kembali pada cara berpakaianku di
awal, ku pikir itu lebih membuatku nyaman meskipun menurut yang lain aku lebih
terlihat manis saat mengenakan pakaian pilihan Nissa.
Tiap harinya, laki-laki itu selalu menegurku ketika
aku sendiri. Ketika ada acara musik di kampus, saat itu aku sedang melamun,
tiba-tiba ada yang memegang pundakku berkata sepertinya biasanya.
Ya, dia lagi, aku mulai geram saat itu, aku pikir dia
mengganggu saja, bagi orang sepertiku, diam dan menikmati waktu sendirian itu
lebih terasa damai seperti di surga.
Setelah itu, aku selalu
pergi jika ada Rafa, bahkan jika aku mendengar suaranya saja aku langsung
berlari dan bersembunyi di balik pohon belakang kampus. Tapi tidak dengan Rafa,
dia selalu aktif mengikuti organisasi, pandai bernyanyi dan satu lagi dia
pandai memainkan biola.
Suatu hari di akhir
semester, pendaftaran asisten laboratorium dibuka. Aku ragu akan mendaftar atau
tidak, Nissa selalu menyemangatiku dan menyuruhku untuk mendaftar.
"Baiklah, aku akan coba" setelah itu aku
menunggu tesnya dan ternyata "Yippiee, AKU LULUS"
Aku menyadari bahwa
akhir-akhir ini Rafa tidak cerewet bertanya ini itu terhadapku. Hingga aku
curiga kenapa dengan Rafa, apa karena ketika dia didekatku secara misterius aku
selalu pergi menghindarinya.
Entah ini hukum alam
atau buka, kini aku yang mengikutinya, mengawasinya. Bahkan kini aku tau, dia
adalah seorang yang multitalent. Dia mungkin lemah di Fisika. Tapi aku
penasaran mengapa dia memilih jurusan itu.
Suatu Pagi di hari
libur, aku tak sengaja bertemu dengannya dan mengikutinya hingga tiba di sebuah
ruangan yang megah dengan segala peralatan musik yang megah. Dia memimpin
sebuah grup dan melantunkan sebuah simfoninya. Terlihat kesedihan di matanya.
Suatu hari di
Laboratorium, aku sedang mendampingi mahasiswa angkatan baru saat bereksperimen
mengenai resonansi. Mengingat bunyi, aku jadi teringat dengan Rafa. Simfoninya
selalu terngiang di fikiranku. Setiap harinya aku hafal mimiknya ketika dia
sedih, senang, senyuman palsunya aku bisa membedakannya. Hingga baru kusadari,
ternyata aku jatuh cinta padanya
Engkau dan simfonimu yang merasuk
Semua perasaanmu sampai padaku
Cintamu, perasaanmu seperti
gelombang
Gelombang itu memerlukan medium
Apa kau tau apa mediumnya?
Melalui sehalus udara,
Mata, telinga dan akhirnya bermuara
di hatiku
Gemanya kini bersarang di otakku
Aku ingin membebaskannya melalui
celah itu
Tapi tak bisa
Aku terbelenggu
Eksperimen pun selesai,
Nissa membangunkan lamunanku dengan sapaannya di balik pintu
"Psssst, Hey Faza! Ayo cepat keluar, ada yang
ingin aku ceritakan padamu"
Aku langsung mengambil tas dalam loker dan buru-buru
keluar menghampiri Nissa.
"Iya, Ada apa sa?" tanyaku
Nissa menarikku dan berlari menuju taman belakang
kampus
"Kau liat perempuanitu?" sambil menunjuk ke
arahnya
"Iya, memangnya kenapa?" tanyaku
"Aku mengidolakan dia dan kakaknya, perempuan itu
sangat baik kepadaku saat di kelas, namanya Rene. Dia jago nyanyi lho dan
kakaknya kuliah disini juga. Aku pernah bertemu dengan kakaknya di
perpustakaan, orangnya tertutup banget dan so cool, sssttt jangan bilang ya
kalau aku menyukai kakaknya, aku akan coba dekati kakaknya haha" jawab
Nissa
"ya Ampun Nis, kenal juga kaga, dan aku mau
bilang ke siapa coba, kan temanku satu-satunya cuma kamu Nis :(("
Sanggahku
"Mengerikan ah kamu ni Fa, sedih banget cuma aku,
mangkanya gaul! ya aku hawatir saja barangkali kamu mau pasang pengumuman di
mading :D" Nissa menyeringai dan aku nepuk jidat
Keesokkan paginya,
seperti biasa ku berjalan menuju taman dekat jalan arah kampus kebetulan hari
ini adalah weekend, kemudian dari jauh aku melihat Rafa dengan
seorang perempuan tinggi berkacamata
"sepertinya aku mengenal perempuan itu, tapi
siapa?" gumamku.
setelah merenung, baru ku sadari bahwa dia adalah
Rene, teman Nissa yang diceritakan kemarin, lalu aku bertanya-tanya apa
sebenarnya hubungan antara Rafa dan Rene.
"Aissh, kenapa aku memikirkannya, apa urusannya
denganku. Terserah jika Rafa ingin dekat dengan siapapun, memangnya aku
siapa!"pikirku
tapi semakin lama, aku semakin penasaran, sambil ku
membaca buku sesekali ku menatap ke arah mereka yang duduk di kursi Taman dan
mereka sedang berbincang tentang musik. Aku berpikir bahwa hubungan mereka
tidak seperti teman biasa. Saat hampir Dzuhur akupun pulang dan rasanya aku
ingin menceritakan semuanya pada Nissa tentang kesedihan yang aku rasakan tapi
aku juga ingin merahasiakannya.
"Oh Allah, apa yang harus kulakukan :("
Keesokkan harinya,
Nissa mulai melancarkan aksi pada kakaknya Rene yang kebetulan lewat di depan
kami, atau sebenarnya hanya di betul-betulkan :D. Aku tertawa melihat
kekonyolan Nissa, dan menebak reaksi dari kakak Rene seperti apa. Berasa
menjurus ke Hukum III Newton. Respons Kakak Rene datar-datar saja dan selalu
dingin seperti biasanya.
"Kok dia begitu si Za, ih datar banget lah
mukanya kaya kamu ya dasar :(" Keluhan Nissa.
Jarum jam telah
tertunjuk pada angka 5, ku pergi menuju toilet kampus untuk memperbaiki
jilbabku sekaliancuci muka melepas segala penat dan kantukku.
Sreeeekk, kulangkahkan kaki keluar dari Toilet dan
dari dari balik pintu ada seorang wanita yang mengantarkan surat kecil berwarna
merah muda padaku. Dengan anggunnya, ia berjalan ke arahku dan mengatakan
"ini untukmu, dari seseorang" Lalu dia bergegas pergi
"Hey, tunggu... ini dari siapa?? tanyaku
Kampus mulai sepi, ku langkahkan kaki kecilku menuju
pulang dengan segala kepenatan. Sampai di Rumah aku langsung membuka surat
merah muda itu.
"Hai, salam kenal juga. Kalian
teman Rene bukan? Maafkan aku yang terlalu dingin pada kalian berdua. Setelah
kamu menerima surat ini, aku ingin kita bertiga bisa berteman dan lebih akrab.
Bolehkah? Seandainya boleh, aku ingin mengajak kalian ke tempat yang sangat
hebat, kalian pasti menyukainya. Aku harap kalian bisa datang bersamaku besok.
Aku akan menunggu kalian di taman belakang kampus. dan kalian bisa
menghubungiku lewat nomor ini 08*********. Terimakasih"
Salam kenal...
Furqan
Aku langsung bangun
dari kasurku yang memiliki gravitasi terkuat :D, kemudian berlari menuju kostan
Nissa yang tak jauh dari rumahku. Ku berjalan masuk gang dan berakhir didepan
kamarnya dan mengetuk pintu kamar kost Nissa.
"Assalamualaikum, Nissa. Ini Faza"
"Wa'alaikumussalam, masuk saja Fa, ngga dikunci.
Sebentar aku lagi mandi" Suara Nissa terdengar dari kejauhan
"Oke, aku mau masuk. Boleh ngintip ngga?
hahaha" tanyaku
"Gelo manehmah za, diem-diem eh taunya gelo coba
aja yang lain tau kelakuan aslimu" jawab Nissa dari kamar mandi
"Hush... engga lah ngaco ih. Aku anak yang
baik-baik dan Sholehah haha" sanggahku
"Haha, Aminkan saja..iya deh percaya" jawab
Nissa sambil membuka pintu, keluar dari kamar mandi
"Ada yang ingin kubicarakan sa"
"Ada apa? bicara ya tinggal bicara, kaku banget
sih lu. tampangnya jangan datar banget napa" jawab Nissa
"Eyyy, kenapa ngga ada hubungannya dengan
ekspresi aku, sudahlah jangan dibahas soal ekspresiku, udah dari lahir ini sih
:(. Nih baca" sambil ku menyerahkan secarik kertas surat kecil merah muda
yang kudapati kemarin
"Hah, kenapa kak Furqan kasih surat ini ke kamu,
kenapa bukan ke aku aja padahal aku kan lebih cantik dari kamu huhuhu :("
Keluh Nissa setelah membaca surat
"Haduuuhh mulai lebaynya, ya kan yang penting itu
untuk kamu juga. Jadi? Mau datang?" tanyaku
"Pastinya lah!" Nissa bersemangat
"Tapi kayanya aku ngga bisa ikut bareng kamu,
maaf ya, besok aku ada Telescope event, mau ada kajian teropong matahari. kamu
ngga keberatan kalau aku ngga ikut?"
"Ya engga lah, ini kan kesempatan aku lebih akrab
sama kak Furqan, kamu jangan mengganggu okey" Nissa jawab sambil tertawa
"Hmm... sudah kuduga berakhir seperti ini
qwertyuiopasdfghjkl2124@#$@#@#" pikirku sambil mengerutkan dahi :D
"ya sudah itu saja, aku mau pulang dulu ini sudah
malam, Assalamualaikum" aku pamit
"Wa'alaikumussalam. Yeaayyy, mimpiku akan
terjadi. besok ketemu kak Furqan, taktuktaktuktaktuk dududuu lalallalala.
Makasih Faza" Nissa loncat-loncat di kasur begitu senangnya
Keesokkan harinya, di
hari libur, Nissa langsung menghubungi kak Furqan. Kak Furqan pun menjawab
bahwa Nissa harus menemuinya pada pukul 13.00 di taman belakang
kampus. Waktu sudah tiba, Aku bersiap menuju lantai 5 kampus untuk
meneropong matahari. Sesekali aku melihat taman belakang kampus dan akupun
tertawa melihat kelakuan Nissa.
Nissa dan kak Furqan
pun selesai berbincang dan Kak Furqan pergi bersama Nissa dan didampingi
seorang perempuan yang mengantar surat kemarin. Perempuan itu nampak tidak
seumuran dengan kami, tapi terlihat lebih tua sekitar 2 tahun lebih tua dari
kami. Nissa bilang, perempuan itu adalah sepupu kak Furqan. Nissa dan Kak
Furqan pergi ke suatu tempat dan akupun tidak tau lagi mereka akan
kemana.
jarum jam telah menunjuk ke 180 derajat yaitu pukul 18.00. Aku berjalan menuju pulang karena badanku sudah letih dan tak bisa melanjutkan neropong lagi. sesampainya di rumah aku langsung sholat magrib dan berencana untuk tidur lebih awal setelah Isya. tetapi aku mencemaskan Nissa yang tak kunjung memberi kabar. Aku ingin ke kosannya tetapi badanku sungguh tak kuat lagi terutama betisku. Aku langsung menelponnya. Tutt.. tuuut Handphonenya aktif tapi tak kunjung diangkat. Tak terasa kekhawatiranku membuat rencanaku tidur lebih awal gagal.
Tengah malam, mataku
terus terjaga. Sesekali ku melongok langit melalui jendela, terlihat purnama
pada lembaran langit yang sunyi, hanya ada beberapa bintang yang tertangkap
oleh mataku. Entah mengapa malam ini ialah malam kesepianku. Aku ingin
melanjutkan meneropong tadi tetapi badanku menolak untuk itu. Meneropong adalah
salah satu hobiku selain itu mimpiku ialah menjadi seseorang yang berkontribusi
menyingkap tabir rahasia langit, aku sangat ingin pergi ke Observatorium Mauna
Kea di Hawai bersama seseorang yang selalu mendampingiku kelak. Mimpiku akan
terus berjalan kontinu bahkan jika satu demi satu terwujud, aku menyebutnya
sebagai infinity dream, untuk hari ini dan hari kemarin ialah bagian dari
mimpiku yang mungkin baru ku sadari pernah terucap di masa lalu. Bagiku mimpi
akan bisa terwujud jika diperjuangkan dalam kehidupan nyata bukan sekedar
bermimpi dalam mimpi. Lagu sendu terus ku dengarkan dan mengantarku
terlelap.
Twitt.. twittt.. twiittt.. (Alarm berbunyi)
Aku langsung bangkit
dari tempat tidurku dan bersiap-siap pergi ke kampus, saat kulangkahkan kaki di
sepanjang jalan, aku teringat kembali pada Nissa, aku langsung pergi menuju
kostannya. Sampai di depan pintu kamar, ku mengetuk pintunya kemudian ada suara
langkah kaki menuju ke arahku, wanita berumur sekitar 45 tahun. Beliau adalah
ibu kost Nissa dan menjelaskan bahwa Nissa sudah berangkat dari pagi buta.
Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega mendengar kabar sahabat terkonyolku itu
masih seperti biasa. Tanpa sadar aku melihat kearah jam yang sudah menunjuk ke
angka 7am. Aku baru sadar ada kuliah pagi, akupun berlari dengan sekuat tenaga
dan sampai di depan pintu kelas. Aku segera mengetuk pintu dan berhati-hati
masuk, tiba-tiba dosenku melihat ke arahku dengan wajah cemberutnya berkata
bahwa aku tidak diizinkan mengikuti kuliah pagi ini, tatapan seramnya diikuti
oleh tatapan dari seluruh teman-teman kelas, serasa aku Miss world karena
seluruh mata tertuju padaku :D. Yaa mau bagaimana lagi, memang aku yang
jelas-jelas salah sih.
Dengan berat hati, aku
meninggalkan kelas, dan aku berencana untuk ke perpustakaan membaca mata kuliah
tadi yang ketinggalan. Ku berjalan di sepanjang jalan kenangan eh maksudnya
lorong jalan, kemudian aku bertemu Nissa, aku menyapanya, tapi dia tak
menjawab, sampai beberapa kali aku menyapanya tapi tak kunjung di balas. Aku
berpikir sepertinya Nissa marah karena tidak aku temani kemarin. Tapi matanya
tak seperti biasanya. Sekarang matanya seperti aku yang sayu dari lahir. Aku
mencoba mendekatinya tapi dia diam saja bahkan menolak pundaknya dipegang
olehku.
“Apa yang terjadi
padamu Nis?” tanyaku
“Diam kamu, aku tidak
ingin berteman denganmu. Jangan pernah kamu ganggu aku dengan kak Furqan. Kamu
tak pantas buatnya, kamu itu seperti kotoran yang tak suci” Jawabnya
Lalu Nissa berlari
keluar dan masuk lift
“Ada apa? Apa yang
dilakukan kak Furqan pada Nissa? Kenapa dia berbicara padaku seperti itu”
tanyaku dalam hati
“Aku harus menyelidiki
secepatnya”gumamku.
Selama berhari-hari
Nissa diam terhadapku dan terlihat layu, hubungannya dengan Kak Furqan semakin
dekat tapi aku heran kenapa Nissa yang sekarang seperti bukan Nissa yang
kukenal, sudah banyak yang aku coba lakukan. Aku sudah mencoba berbicara pada
Nissa, banyak perubahan pada dirinya. Nissa menjadi lebih tertutup dengan orang
lain, seperti tujuannya kini ialah hanya Kak Furqan. Hingga aku sudah tak tahan
lagi, aku berpikir aku harus menemui Rafa dan meminta bantuan padanya karena
hanya Rafa yang bisa menjadi jembatan penghubung, Rafa adalah satu-satunya
orang yang sedang dekat dengan adik kak Furqan, Rene.
Pukul 08.00 tapi dosen
tak kunjung datang. Ini kesempatanku untuk berbicara pada Rafa, tapi dia sedang
bermain gitar dan berkumpul dengan teman-temannya.
“Apa yang harus
kulakukan? Aku tak begitu berani untuk mengganggunya” tanyaku dalam hati. Aku
terus menunggunya sampai akhirnya satu per satu temannya mulai keluar. Ini
kesempatanku, akupun langsung menghampiri Rafa.
“Hai Fa, aku ingin
mengatakan sesuatu”
“iya, ada apa za?
Tumben” jawabnya
“ini soal temanku,
Nissa. Jurusan biologi. Apa kau kenal Rene? Mmm sebenarnya aku pernah melihatmu
sedang bersama Rene” tanyaku
“iya kenal, dia teman
saya” jawabnya
Aku menceritakan
semuanya pada Rafa. Rafa pun kaget mendengarnya dan akhirnya mau
membantuku untuk memperoleh informasi dari Rene. Aku tak tahu lagi kenapa, aku
selalu nyaman di dekatnya. Rafa adalah sosok yang berkepribadian bertolak
belakang denganku, tapi dia selalu membuatku ingin mengikuti jejaknya.
Mengingat hubungannya dengan Rene, aku tahu diri bahwa aku tidak bisa
memilikinya. Meskipun dia hanya bilang teman tapi tidak dengan yang aku
rasakan. Aku akan coba mengikhlaskannya.
Rafa mencoba membantuku, ia terus mendekati Rene dan banyak bertanya soal keluarganya. Karena Rene sudah menganggap Rafa sebagai sosok yang sangat mengerti dirinya, akhirnya ia mengatakan sesuatu tentang Furqan. "Kak Furqan dulunya sangat pendiam, namun beberapa tahun lalu, ia diajak masuk organisasi agama yang sama sekali tak dikenalnya sebelumnya. Orang tua kami bercerai 5 tahun yang lalu, mungkin hal ini yang membuatnya frustasi bahkan menerima sebagai anggota organisasi itu. Aku sudah memperingatkannya, namun dia tak peduli nasehatku, papa dan mama juga tak peduli dengan apa yang dilakukan anaknya. Kak Furqan mulai melakukan tindakan yang aneh-aneh, ia berhenti kuliah. Kak Furqan juga memilih kerja, itu tak masalah buatku, namun ia selalu tidak puas dengan pekerjaannya, semuanya, sehingga ia memilih keluar masuk dari pekerjaannya dengan tanpa henti. Ia menjadi orang yang tak pernah bersyukur atas pekerjaan yang ia dapat selalu menyesali masa lalu karena telah meninggalkan tempat belajarnya, Kak Furqan pernah marah-marah tanpa alasan yang jelas kepada siapapun di sekitarnya. Akhirnya, Kak Furqan pernah diberi pengobatan, ke psikiater dan kini ia telah pulih, ia sudah mengingat semua tentang kami dan ia melanjutkat kuliahnya" Kata Rene. Rene pun berterima kasih karena Rafa sudah banyak mendengar curhatnya dan memberi solusi. Rene juga menjadi tertarik pada Rafa.
Rafa menceritakan itu semua padaku, namun ini menjadi semakin rumit karena menurut Rene, Furqan telah sembuh. Keadaan Nissa menjadi kian buruk, Nissa semakin membenciku dan ia jarang pulang ke kosannya, bahkan ia pernah menyakiti dirinya sendiri dengan menenggelamkan diri di danau, untung saja langsung diketahui oleh warga sekitar. Menurutku, ini semua jelas karena Kak Furqan. Aku mencari jalan keluar dengan Rafa. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan sahabatku satu-satunya, bahkan membayangkannya saja aku tak kuasa, padahal mimpi kami baru saja dimulai.
Rafa mencoba membantuku, ia terus mendekati Rene dan banyak bertanya soal keluarganya. Karena Rene sudah menganggap Rafa sebagai sosok yang sangat mengerti dirinya, akhirnya ia mengatakan sesuatu tentang Furqan. "Kak Furqan dulunya sangat pendiam, namun beberapa tahun lalu, ia diajak masuk organisasi agama yang sama sekali tak dikenalnya sebelumnya. Orang tua kami bercerai 5 tahun yang lalu, mungkin hal ini yang membuatnya frustasi bahkan menerima sebagai anggota organisasi itu. Aku sudah memperingatkannya, namun dia tak peduli nasehatku, papa dan mama juga tak peduli dengan apa yang dilakukan anaknya. Kak Furqan mulai melakukan tindakan yang aneh-aneh, ia berhenti kuliah. Kak Furqan juga memilih kerja, itu tak masalah buatku, namun ia selalu tidak puas dengan pekerjaannya, semuanya, sehingga ia memilih keluar masuk dari pekerjaannya dengan tanpa henti. Ia menjadi orang yang tak pernah bersyukur atas pekerjaan yang ia dapat selalu menyesali masa lalu karena telah meninggalkan tempat belajarnya, Kak Furqan pernah marah-marah tanpa alasan yang jelas kepada siapapun di sekitarnya. Akhirnya, Kak Furqan pernah diberi pengobatan, ke psikiater dan kini ia telah pulih, ia sudah mengingat semua tentang kami dan ia melanjutkat kuliahnya" Kata Rene. Rene pun berterima kasih karena Rafa sudah banyak mendengar curhatnya dan memberi solusi. Rene juga menjadi tertarik pada Rafa.
Rafa menceritakan itu semua padaku, namun ini menjadi semakin rumit karena menurut Rene, Furqan telah sembuh. Keadaan Nissa menjadi kian buruk, Nissa semakin membenciku dan ia jarang pulang ke kosannya, bahkan ia pernah menyakiti dirinya sendiri dengan menenggelamkan diri di danau, untung saja langsung diketahui oleh warga sekitar. Menurutku, ini semua jelas karena Kak Furqan. Aku mencari jalan keluar dengan Rafa. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan sahabatku satu-satunya, bahkan membayangkannya saja aku tak kuasa, padahal mimpi kami baru saja dimulai.
to be continue
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan